Terbongkarnya Perbudakan di Pabrik Panci
Andi
Gunawan (28), salah seorang buruh korban kekerasan pabrik panci bertekad lari
ke kampung halamannya di Kotabumi Lampung demi membebaskan kawan-kawannya
sesama buruh yang disekap oleh bos mereka, di Desa Lebak Wangi, Sepatan
Kabupaten Tangerang.
Menyedihkan : Kondisi para buruh pabrik di Tangerang
selepas penggerebekan yang dilakukan pihak Polresta Tangerang, Sabtu (4/5).
Andi kabur setelah bisa keluar dari tempat usaha produsen panci dan penggorengan aluminium itu. Dalam pengakuannya, Andi lari dan menumpang truk di jalan tol untuk menyeberang ke Merak. “Saya bingung, takut bercerita kepada orangtua takut mereka tidak percaya,” kata Andi di Mapolres Tangerang di Tigaraksa, kemarin. Andi baru berani menceritakan kejadian yang dialami selama bekerja di pabrik panci itu setelah kawannya, Junaidi datang ke rumahnya dan mengatakan telah melapor ke polisi setempat. Akhirnya Andi diantar keluarga melapor ke Polres Lampung pada 28 April 2013. Keluarga kemudian mengadukan kasus tak manusiawi ini ke Komnas HAM dan Kontras. Laporan itu kemudian diteruskan ke Polda Lampung yang berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya seterusnya ditindaklanjuti Polres Tangerang.
“Saya sadar hak saya sebagai buruh tidak dibayar, tapi
jangankan lari kami dalam tekanan disiksa, gaji tidak dibayar, makan hanya
tempe dan terong, tiga bulan hampir tidak mandi dan sikat gigi,” kata Andi di
hadapan Kapolres Tangerang, Komisaris besar Bambang Priyo Andogo.
Andi juga menunjukan koreng di kedua kakinya. Koreng
yang telah mongering itu merupakan dampak dari tetesan cairan aluminium panas
bahan panci yang dituangkan di kakinya. “Kalau kami bekerja lamban, upahnya ya
siksaan,” ujar Andi.
Pengamatan di lapangan, 25 buruh,
empat diantaranya anak-anak di bawah umur itu disiksa selama dalam penampungan.
Tempat penampungan menyatu dengan pabrik panci tersebut. Bangunnya berbentuk
permanen dan dindingnya disebutkan hamper jebol. “Keamanan kami juga terancam,
kami dikurung dalam ruangan pengap, lembab dan lantai dingin, sebagian tidur di
tikar dan selebihnya di lantai,” kata Andi.
Di sana terlihat wajah Andi dan ke-24 kawannya
hitam, dekil dengan baju compang-camping dan robek. Kaki mereka ada yang nyeker
adapula yang beralaskan sandal jepit. Bahkan ada yang tali sandalnya sudah
putus dan disambung rafia. Rambut mereka berwarna merah dengan mata coklat dan
kulit sekujur tubuhnya kasar akibat jamur berupa panu dan kurap yang menempel.
Rata-rata buruh bekerja empat hingga enam bulan di pabrik panci milik Yuki
Irawan itu.
Kapolres Bambang mengatakan dengan
kondisi disekap di penampungan tak manusiawi, para buruh mengalami tekanan
hebat dan cenderung ke arah mal nutrisi. “Mereka ada yang mengaku sesak
dadanya, kami telah melakukan visum dan cek kesehatan terhadap seluruh buruh,”
kata Bambang. Dia juga meminta buruh agar terbuka memberikan informasi kepada
polisi demi memudahkan penyelidikan. Cerita pelarian buruh ternyata juga
dilakukan tiga buruh asal Cianjur. Kepala Desa Suka Galih Cianjur, Ujang
mengatakan empat bulan silam, warganya bernama Opik juga melarikan diri dari
tempat penampungan. Menyusul kemudian dua buruh lainnya. “Ketiganya bercerita
dianiaya, kami aparat desa dan Babinsa mendatangi pabrik itu dan mereka
berbohong kepada kami,” kata Ujang. Kondisi warganya itu lebih parah, rambutnya
gembel karena tidak mandi dan pakaiannya juga compang-camping, “seperti orang
gila,” kata Ujang.
Terhadap kondisi korban, Kontras
melalui Yati Anggraeni mengatakan akan mendampingi korban mendapatkan haknya
sebagai buruh. “Mereka perlu pemulihan psikisnya. Mereka kemarin seperti orang
bingung, tanpa semangat dan tidak tersenyum. Hari ini diantara mereka ada yang
sudah bisa tertawa,” kata Yati. Para buruh ini kemudian menerima pakaian layak
pakai sumbangan masyarakat yang simpati melaui Kontras. Mereka juga diberi
makanan bergizi dan disuruh mandi. Bahkan Polres juga menyediakan tukang cukur
untuk mencukur rambut para buruh.
Adapun terhadap pelaku, polisi telah menetapkan lima
tersangka, termasuk pemilik pabrik panci, Yuki Irawan. Kelima tersangka
dikenakan pasal berlapis dan diancam hukuman delapan tahun penjara. Kepolisian
Resor Kota Tangerang menggerebek sebuah pabrik pembuatan alumunium balok dan
kuali di Kampung Bayur Opak, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan, Kabupaten
Tangerang. Pabrik yang diduga illegal ini dilaporkan telah melakukan
pelanggaran hak asasi manusia seperti menyiksa dan menyekap karyawan,
mempekerjakan karyawan di bawah umur, dan para karyawan tersebut tidak diberi
upah yang standar. “Pabrik ini sudah beroperasi 1,5 tahun, tapi memperlakukan
karyawannya sangat tidak manusiawi,” ujar Kepala Satuan Reserse dan Kriminal
Polres Kota Tangerang Shinto kepada Tempo, Sabtu, 4 Mei 2013.
Usaha yang dimiliki oleh JK, 40 tahun itu digerebek
polisi pada Jumat petang, 3 Mei 2013 kemarin. Di lokasi, polisi menemukan
beberapa fakta soal usaha industri rumahan tersebut, yaitu tempat usaha
industri tidak memiliki izin industri dari Pemerintah Kabupaten Tangerang,
tempat istirahat buruh berupa ruang tertutup seluas 8 meter x 6 meter tanpa
ranjang tempat tidur, hanya alas tikar, kondisi pengab, lembab, gelap, serta
kamar mandi yang kondisinya kotor dan jorok karena tidak terawat.
“Dompet dan HP yang dibawa buruh ketika awal bekerja
disita oleh JK dan disimpan istrinya tanpa argumentasi yang jelas,” kata
Shinto. “Buruh yang sudah bekerja dua bulan dijanjikan akan mendapat upah
sebesar Rp 600 ribu perbulan. “Tapi gaji tidak diberikan,” katanya.
Saat penggerebekan, polisi juga
menemukan enam orang buruh yang sedang disekap dengan kondisi ruangan dikunci
dari luar. Kondisi para buruh tersebut sangat memprihatinkan. Pakaian yang
dikenakan kumal, compang-camping karena berbulan-bulan tidak ganti. “Kondisi
tubuh buruh juga tidak terawat. Rambut cokelat, kelopak mata gelap, berpenyakit
kulit (kurap dan gatal-gatal), terlihat tidak sehat,” kata Shinto.
Para buruh tersebut mengaku diperlakukan tidak
manusiwi. Hak-hak terkait kesehatan dan hak untuk berkomunikasi diabaikan oleh
pemilik usaha tersebut. Polisi juga menemukan empat orang buruh yang masih
berusia di bawah 17 tahun dengan status masih anak-anak. Kenapa para buruh
takut kabur? Keterlibatan dua orang yang diduga anggota Brimob dalam praktik
perbudakan dan penganiayaan puluhan buruh pabrik pengolahan limbah jadi panci
aluminium Tangerang, Banten, membuat para buruh tidak berkutik. Para buruh pun
terpaksa hidup bekerja dalam kesengsaraan.
Rahmat Hidayat (18), salah seorang buruh yang menjadi
korban, mengatakan bahwa dalam pabrik di Kampung Bayur Opak, RT 03 RW 06, Lebak
Wangi, Sepatan Timur, Tangerang, Banten, tersebut terdapat empat mandor dan
satu orang bos. Meski menang dalam segi jumlah, Rahmat mengaku bahwa para buruh
tak berani melawan.
“Soalnya ada anggota Brimobnya, semuanya pada takut.
Akhirnya kita terpaksa diam saja,” ujarnya saat ditemui Kompas.com di halaman
Polres Kota Tangerang, Sabtu (4/5).
Menurut Rahmat, oknum Brimob berinisial Njm dan Ags
tersebut sempat memberikan ancaman terhadap para buruh. Oknum yang disebut
Brimob itu pernah melepaskan satu kali tembakan dari sepucuk senjata apinya ke
arah tanah, persis di samping kaki kanan salah seorang buruh rekannya. Buruh
pun terkejut. Rahmat menuturkan, intimidasi yang dilakukan kedua oknum aparat
tersebut dilakukan karena ada beberapa buruh yang kabur dari pabriknya.
Pelarian buruh itu membuat geram kedua oknum Brimob yang diketahui merupakan
orang bayaran oleh pemilik pabrik itu.
“‘Sudahlah, jangan neko-neko, kerja saja yang benar,’
gitu dia marahnya,” ujar Rahmat meniru perkataan oknum aparat kepolisian
tersebut.
Arifudin (21), seorang buruh lainnya, menyebutkan
bahwa kedua oknum Brimob tersebut tidak tinggal di pabrik itu. Namun, keduanya
kerap berkunjung ke pabrik itu. Bahkan, oknum Brimob yang datang mengenakan
seragam lengkap dengan senjata api itu kerap mengobrol santai dengan sang
pemilik pabrik, YI (41).
“Semua juga tahu kalau polisinya itu orang bayarannya
si bos. Orang kita diancam-ancam, kalau kabur mau ditembak kakinya,” ujar
Arifudin.
Kasat Reskrim Polresta Tangerang Ajun Komisaris Besar
Shinto Silitonga mengatakan, pernyataan buruh tentang keterlibatan oknum Brimob
itu tidak ada dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Namun, ia berjanji
akan mendalami jika ada keterangan itu dan akan melakukan tindak lanjut atas
temuan.
Pada Jumat (3/5) pukul 13.00 WIB, aparat Polda Metro
Jaya dan Polres Kota Tangerang menggerebek pabrik milik YI di Kampung Bayur
Opak, RT 03 RW 06, Kelurahan Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten
Tangerang, Banten, itu polisi menangkap YI dan empat orang mandor, yakni Sdm
(34), Nrd (34), Jaya alias Mandor (41), dan TS (34).
Penggerebekan tersebut berdasarkan laporan dua orang
buruh pabrik tersebut yang berhasil kabur, yakni Andi Gunawan dan Junaedi, ke
Polres Lampung Utara pada 28 April 2013. Mereka melaporkan adanya tindak
perampasan kemerdekaan sekaligus penganiayaan terhadap puluhan buruh yang
dipekerjakan YI di pabrik.
Kini kelima tersangka sekaligus barang bukti dan para
korban masih diperiksa intensif di Polresta Tangerang. Kelima tersangka diancam
Pasal 333 KUHP tentang merampas kemerdekaan orang lain dan Pasal 351 KUHP
tentang penganiayaan dengan ancaman hukuman delapan tahun penjara.
Tanggapan
saya:
Seharusnya para buruh tersebut
dapat bersatu, untuk melawan mandor atau antek-anteknya. Dan jangan hanya
terima kalau disiksa, namun mereka juga harus melakukan perlawanan serta
membantu teman-temannyanya kalau lagi disiksa.
Dan
kepedulian masyarakat sekitar pabrik juga sangat diperlukan, jangan hanya
tinggal diam melihat saudara-saudara kita disiksa. Namun, mereka juga harus
melakukan tindakan untuk membantu para buruh tersebut. Jangan tidak mau
membantu gara-gara si Mandor (Yuki) orang kaya & bisa melakukan apa saja
(jadi mereka takut untuk bertindak). Ingat, kita adalah makhluk sosial yang
tidak dapat hidup sendiri & harus hidup bergotong-royong.
Dan,
semoga Yuki dan antek-anteknya dihukum sesuai apa yang telah mereka perbuat
selama ini. Karena mereka telah melanggar HAM.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar